Kembali setelah 2 Tahun Diservis

Kembali setelah 2 Tahun Diservis

\"\"KRI Nanggala Kembali Perkuat TNI-AL SURABAYA - Suasana haru tersaji di dermaga Ujung, kompleks Armada RI Kawasan Timur (Armatim) kemarin (6/2). Itu setelah kapal selam KRI Nanggala-402 kembali merapat setelah perbaikan menyeluruh (overhoul) di Korea Selatan. Belasan perwira kapal yang meninggalkan tanah air sejak Desember 2009 itu disambut sukacita oleh keluarganya. Itu pertemuan pertama mereka setelah berpisah lebih dari dua tahun. Seperti dirasakan Komandan KRI Nanggala Letkol Laut (P) Purwanto. Perasaan bahagia tertumpahkan begitu bertemu istri dan dua anak remajanya. “Lebih dari dua tahun di sana tentu kangen sekali,” tuturnya. Perasaan serupa dirasakan perwira yang meninggalkan anaknya kala masih bayi. “Waktu saya tinggal masih enam bulan. Sekarang malah sudah bisa bicara,” ujar seorang perwira pertama sambil tersenyum. Hampir sama halnya perwira, puluhan bintara dan tamtama kapal yang mengenakan sweater hitam khas awak kapal selam disambut meriah. Mereka sejak Agustus 2011 melaksanakan training di Jinhae, Korsel. Pelatihan menyangkut operasional kapal selam yang diperbaiki Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME). Meski hanya berpisah lima bulan, rasa rindu anak dan istri selalu melanda awak kapal saat berjauhan. Sambutan kedatangan kapal selam buatan Jerman itu juga datang dari KSAL Laksamana TNI Soeparno beserta jajarannya dan sejumlah anggota DPR Komisi I. Soeparno yang beberapa tahun mengawaki kapal selam tipe U-209/1300 itu merasa terkenang dengan kapal yang diproduksi 1981 tersebut. Apalagi, sang putra Lettu Laut (P) Handhito yang menjabat Asisten Kepala Divisi Navigasi, mewarisi kemampuan ayahnya di kapal yang sama. Soeparno mengapresiasi kepada personel yang dinas di satuan kapal selam (Satsel) Armatim. Banyak pelajaran yang dapat dipetik selama bertugas di kapal bawah air tersebut. Di antaranya, di kapal selam membuat lebih disiplin, menghargai orang, terbiasa menerima kekecewaan, dan terbiasa bekerja di tempat sempit. Dimensi ukuran KRI Nanggala seperti kembarannya KRI Cakra-401, hanya 59,5 meter x 6,3 meter x 5,5 meter. “Orang yang bertugas di kapal selam pasti biasa dengan kejenuhan. Bisa jadi kalau kawan saya jenuh pada istri, saya belum jenuh dengan istri,” kelakar arek Sambikerep Surabaya itu. Turut hadir dalam penyambutan, anggota Komisi I DPR yang diketuai Mahfudz Siddiq, perwakilan DSME, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Haryanto, dan tuan rumah Pangarmatim Laksda TNI Ade Supandi. Setelah di-overhoul, KRI Nanggala menerapkan sejumlah alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru berupa teknologi manajemen tempur dan operasi dari Norwegia. Teknologi digital itu memungkinkan komandan kapal mengambil keputusan lebih cepat, efisien, dan tepat atas posisi dan kedudukan kapal terhadap sasaran yang dituju. Seperti, kapal bisa meluncurkan empat torpedo secara salvo dari ujung haluan utamanya dalam rentang waktu singkat. Sebelumnya, kapal berwarna cokelat tua itu menggunakan teknologi manual asal Belanda. Meski sudah lebih canggih, lanjut Soeparno, armada kapal selam yang ada sangat kurang untuk men-cover luasnya wilayah perairan Indonesia. Menurut dia, idealnya TNI-AL punya selusin kapal selam seperti yang pernah dimiliki kala zaman orde lama dengan 12 Whiskey, kapal selam buatan Uni Sovyet. Kapal-kapal tersebut mayoritas sudah dibesituakan. Sedangkan satu-satunya peninggalan yang masih utuh KRI Pasopati berdiri sebagai museum di Surabaya. Dengan segala keterbatasan, terang Soeparno, minimal Indonesia punya enam kapal selam. “Idealnya memang 12 kapal selam. Perhitungannya, sepertiga beroperasi, sepertiga standby (siaga operasi, red), dan sepertiga perbaikan. Berhubung operasionalnya mahal, enam saja sudah bagus,” terangnya. Mahfud Siddiq mengungkapkan, jika tidak terkendala, dalam tiga tahun ke depan Indonesia akan menambah tiga kapal selam. Itu dari alokasi anggaran militer nasional Rp78 triliun. Armada itu diharapkan menangkal kerugian negara akibat ketidakmampuan menjaga wilayah maritim. “Data kerugian illegal fishing, illegal loging, dari perairan berdasarkan data 2007, Rp40 triliun per tahun. Angka itu sekarang bisa lebih tinggi,” ujarnya. (sep/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: